Dimana organisasi ini didirikan sebagai usaha untuk
kaderisasi muslim cendikia, dan pemimpin yang bergerak dalam bidang pendidikan dan kebudayaan
yang sesuai dengan ajaran Islam.
Salah
satu faktor pendorong terbentuknya
Pelajar Islam Indonesia (PII) adalah dualisme sistem pendidikan di
kalangan umat Islam Indonesia yang merupakan warisan kolonialisme
Belanda, yakni pondok pesantren dan sekolah umum. Menindaklanjuti
keputusan kongres, pada Minggu, 4 Mei 1947, diadakan pertemuan di kantor
GPII, Jalan Margomulyo 8 Yogyakarta. Pertemuan itu dihadiri Joesdi
Ghozali, Anton Timur Djaelani dan Amien Syahri
dari GPII Bagian Pelajar, Ibrahim Zarkasji dari Yahya Ubeid dari
Persatuan Pelajar Islam Surakarta (PPIS), Multazam dan Shawabi dari
Pergabungan Kursus Islam Sekolah Menengah (PERKISEM) Surakarta,
serta Dida Gursida dan Supomo NA dari Perhimpunan Pelajar Islam
Indonesia (PPII) Yogyakarta.
Rapat
yang dipimpin oleh Joesdi Ghozali itu
kemudian memutuskan berdirinya organisasi Pelajar Islam Indonesia (PII)
tepat pada pukul 10.00, 4 Mei 1947 M/ 12 Jumadits Tsani 1366 H. Pada
masa kemerdekaan Republik Indonesia, terbentuk lasykar-lasykar dari
rakyat banyak yang turut membantu TKR (Tentara Keamanan Rakyat)antara
lain TRI Hizbullah, BPRI (Baris dan Pemberontakan RI), TRIP (Tentara
Republik Indonesia Pelajar Jawa Timur), Sabilillah, Tentara Pelajar
IPPI, TPI (Tentara Pelajar Islam Aceh), CM Corps – Mahasiswa, CP (Corps
Pelajar Solo) dan lain sebagainya.
Brigade PII
diresmikan pada tanggal 6 November 1947 dengan Komandan Abdul Fattah
Permana. Brigade PII juga terlibat dalam perlawanan terhadap
pemberontakan PKI di Madiun. Pada saat itu, Komandan Brigade PII Madiun Surjo Sugito
yang masih belajar di Sekolah Menengah, tewas. Ketika era bawah tanah,
peran Brigade yang paling utama adalah menyelamat missi dan eksistensi
organisasi. Tak jarang Brigade memainkan peran yang seharusnya
diperankan oleh badan induk PII yang sedang dibekukan oleh pemerintah
Orde Baru.
Pada awalnya gagasan Korps PII Wati lahir di Training Centre
(TC) Keputerian PII se-Indonesia yang dilaksanakan pada tanggal 20-28
Juli 1963 di Surabaya. Dalam TC berkembang kesadaran kuat untuk
meningkatkan peranan dan kualitas kader dan kepemimpinan PII Wati serta
menghapus citra negatif peran PII Wati hanya sebagai pengelola konsumsi.
Selain itu juga ada fakta bahwa kesempatan bagi pelajar puteri untuk
mengembangkan diri di PII relatif lebih terbatas dan pendek dibandingkan
pelajar putra. Selanjutnya dalam sidang keputerian Muktamar
PII X Juli 1964 di Malang, Koprs PII Wati Yogyakarta Besar diwakili St.
Wardanah AR, Masyitoh Sjafei dan Hafsah Said mengajukan usulan
pembentukan Koprs PII Wati. Sementara Sri Sjamsiar dari PB PII juga
mengajukan usul serupa. Kedua usulan itu diterima dalam Muktamar
tersebut. Akhirnya pada tanggal 31 Juli ditetapkan sebagai Hari lahir
PII Wati.
Tujuan Pelajar Islam Indonesia
Kesempurnaan pendidikan dan kebudayaan yang sesuai dengan Islam bagi segenap Bangsa Indonesia dan umat manusia